Rabu, 15 September 2010

Peran Kaum Liberal dalam Memecah-belah Ummat >> by CAKRA

Penyerangan preman-preman bayaran AKKBB berkaus "Banser" terhadap anggota FPI pada saat sidang Habib Rizieq (25/9) di PN Jakarta Pusat yang lalu sekali lagi menjadi bukti adaya rekayasa memecah-belah dan mengadu-domba ummat Islam.


Luthfi Assyaukanie mengatakan, "...teman-teman JIL dan lainya sering dituduh berkolaborasi dengan Barat. Saya bilang ya kita memiliki kesamaan dan kemiripan dengan Barat. Karena agenda yang kita jalankan adalah sama dengan agenda yang dijalankan oleh negara-negara Barat. Seperti demokrasi, plurlisme, hak asasi manusia, gender. Kebebasan beragama dan lain sebagainya. Kita menganggap hal itu baik. Dan kita mencoba menerapkan hal demikian di sini. Dan ini percis sekali dengan apa yang pernah dilakukan Cak Nur dalam konteks hubunganya dengan orde baru saat itu." 

Jelas sekali bisa kita lihat bahwa isu Ahmadiyah telah digunakan oleh kelompok liberal lokal--sebagai pendukung utama Imperialisme AS-Zionis-Kapitalis--untuk memprovokasi, memecah-belah, dan mengadu-domba ummat Islam. Hal ini tentunya tidak terlepas dari kepentingan Barat (terutama AS) dalam memperkokoh dominasi dan hegemoni mereka di bumi Indonesia.

Liberalisasi Ekonomi-Politik

Dulu waktu SD atau SMP, kita pernah belajar tentang strategi 
devide et impera-nya Belanda dalam menjajah Nusantara. Tapi kadang, meski kita belajar itu dalam sejarah, kita hanya menganggap itu seolah cuma dongeng, dan bukan sesuatu yang cukup serius dan perlu diwaspadai lagi hari ini, seolah-olah Belanda ataupun negara-negara Barat lainnya tidak akan melakukan itu lagi terhadap kita. Mungkin menurut kita, negara-negara Barat yang hari ini memasang wajah ramah di hadapan kita, yang membawa modal dan berinvestasi di negeri kita, tidak akan lagi menjajah kita.

Tapi, apa yang membuat kita yakin kalau negara-negara Barat tidak punya kepentingan lagi untuk mengadu-domba dan menguasai negeri kita? Lagipula, masa kalau satu negara mau menjajah harus bikin pengumuman, "Perhatian: Kepada rakyat Indonesia, kami mau menjajah kalian..", sangat tidak mungkin kan!? 

Kita tahu, hari ini penjajahan dilakukan dengan cara yang baru (meski tidak sama sekali berbeda), kalau dulu wilayah Nusantara (Hindia Timur) dijadikan koloni--diduduki dan dijadikan bagian dari negara penjajahnya--langsung, maka hari ini mereka merasa cukup dengan menguasai aset-aset ekonominya saja, melalui berbagai investasi dan peraturan perundangan yang mendudukung penguasaan perekonomian (pasar) bangsa kita oleh mereka. Karena itulah Amerika Serikat dan negara-negara pemilik modal (kapitalis) asing lainnya mendorong apa yang mereka sebut dengan liberalisasi pasar (pasar bebas), yaitu menghilangkan campur tangan negara dalam pengaturan pasar, baik berupa subsidi, pengaturan harga, penguasaan aset ekonomi, dsb--kecuali campurtangan yang menjamin dan menjaga kebebasan para kapitalis asing itu untuk menguasai negeri kita.

Kebijakan pengurangan subsidi BBM rezim SBY-Kalla merupakan salah satu contoh kecil (meskipun dengan dampak yang sangat besar) dari pelaksanaan liberalisasi pasar tadi, yaitu dengan mengurangi campur tangan pemerintah dalam mempengaruhi harga BBM di pasar negeri kita (melalui subsidi). Kita tentunya tahu kalau persoalan kenaikan harga minyak dunia sebenarnya cuma alasan saja dari rezim neo-liberal yang saat ini berkuasa untuk melancarkan aksi liberalisasi pasar mereka, karena, jauh sebelum terjadi kenaikan harga minyak dunia sekarang ini pun mereka sudah merencanakan liberalisasi sektor migas ini, sebagaimana yang dikatakan oleh Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, “Liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas…. Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi pemerintah. Sebab kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk.” 
(Eramuslim.com). Liberalisasi sektor hilir migas ini juga hanya salah satu saja diantara berbagai kebijakan liberalisasi lainnya.

Liberalisasi ekonomi Indonesia ini tentunya harus juga didukung dengan liberalisasi aspek-aspek lainnya, baik sosial, politik, budaya maupun agama. Dalam hal inilah liberalisasi Islam menjadi agenda yang tidak kurang pentingnya bagi kaum kapitalis internasional, khususnya di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim, terlebih saat ini Islam terbukti menjadi satu-satunya kekuatan yang tidak hanya potensial--tetapi juga 
manifest dalam resistensi terhadap agenda-agenda liberalisasi dan kepentingan-kepentingan Barat lainnya (setelah ancaman komunisme dianggap hilang dengan bubarnya Uni Sovyet, dan semakin terbukanya RRC terhadap liberalisasi pasar dan budaya Barat).

Upaya menaklukkan resistensi ummat Islam ini tidak hanya langsung mereka lakukan sendiri dengan berbagai lembaga--baik pemerintah maupun non-pemerintah, tetapi juga--seperti biasa--dengan memperalat individu-individu atau kelompok dari ummat Islam itu sendiri sebagai kaki tangan mereka, baik yang "negeri" maupun yang "swasta".
Liberalisasi Islam(Luthfi Assyaukanie, Koordinator Jaringan Islam Liberal, Jakarta)

Bisa kita lihat, meski mengelak untuk disebut kolaborator, tapi dengan tegas, Luthfi mengakui kesamaan agenda Islam Liberal dengan Barat. Terlebih, jika membaca analisa Sdr. Thoriq dalam
"JIL, CIA dan Imperialisme Barat", seperti disebutkan dalam artikelnya ini, "Dengan bahasa lain, JIL adalah ‘karyawan’ The Asia Foundation yang bertugas di lapangan, untuk menjalankan proyek-proyek besarnya ... Jelas, bahwa LSM The Asia Foundation memang bentukan CIA, didirikan sebagai alat, dan sarana untuk memperluas dan mempermudah proses imperialisme Amerika Serikat terhadap Negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik dengan cara non konfrontatif."

Lebih jauh, Luthfi juga menegaskan bahwa salah satu taktik untuk memuluskan agenda-agenda mereka adalah dengan menimbulkan perpecahan (disintegrasi) di antara umat Islam. Menurutnya, "kita tahu makalah awal-awal Cak Nur yang dibagikan secara terbatas ‘Antara Memajukan Mencerahkan Umat Islam dan Disintegrasi’. Disintegrasi dalam artian bahwa umat Islam sekarang ini tidak bersatu. 
Apakah anda mau umat Islam terus-menerus terbelakang akan tetapi bersatu, atau ingin mengubah cara mereka tetapi berpecah sedikit? Cak Nur dalam hal ini memilih disintegrasi, jelas sekali sikap Cak Nur sejak awal. Saya tidak mau umat Islam bersatu terus tapi juga bodoh terus. Maka harus kita lakukan terobosan-terobosan. Jadi Cak Nur lebih memilih jalan yang pahit. Dan saya kira seluruh gerakan pembaharuan Islam itu arahnya ke sana."(Luthfi Assyaukanie)

Salah satu terobosan utama itu adalah dengan mempropagandakan ide-ide liberalisasi Islam, baik melalui dukungan terhadap apa-apa yang mereka sebut dengan modernisme, pluralisme ataupun sekularisme, maupun berupa serangan terhadap apa-apa yang mereka cap sebagai fundamentalisme, ekstrimisme, dsb. Contoh yang cukup baru adalah, ketika umat Islam telah bersepakat dengan kesesatan Ahmadiyah, maka JIL dengan sengaja mendukung Ahmadiyah untuk menunjukkan bahwa seolah-olah ada perbedaan sikap di antara umat Islam. Lalu, dengan menggunakan kaki tangannya, menyebarkan opini ini kepada berbagai kelompok dan ormas Islam yang mereka susupi. 
(Hidayatullah.com)

Selanjutnya, ketika ada salahsatu kelompok dari ummat Islam yang menunjukkan reaksi keras terhadap upaya Barat melalui JIL tadi, maka merekapun akan memanfaatkan reaksi tadi untuk memecah-belah dan mengadu domba umat Islam, dengan memprovokasi ummat Islam dan memojokkan kelompok tadi.

Contoh yang terbaru adalah insiden Monas yang juga masih merupakan kelanjutan dari "skenario pemanfaatan Ahmadiyah". Kaum liberal, dengan mengatasnamakan kebebasan beragama dan Pancasila (Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama--AKKBB), berpura-pura membela Ahmadiyah agar terjadi benturan dengan kelompok Islam lainnya, dalam hal ini FPI dan kelompok-kelompok laskar Islam yang mereka cap sebagai fundamentalis, radikal, wahabiyah, bahkan kelompok yang katanya memperjuangkan "Arabisme". Strategi ini mereka maksudkan agar keberatan ummat Islam terhadap Ahmadiyah yang melakukan penistaan terhadap (doktrin) agama Islam, dianggap sebagai ancaman "Islam radikal" terhadap Pancasila dan kebangsaan. Bahkan, agar tidak hanya kaum nasionalis (sekuler) yang terpancing untuk masuk dalam 
fait a complimereka, kaum liberal juga menyeret Banser dan GP Anshor yang merupakan organisasi otonom dan kepemudaan Islam di bawah NU, sehingga diharapkan dapat memicu konflik yang lebih luas, terutama antara massa NU dengan FPI. Hal ini bisa kita lihat dengan penyerangan markas FPI di berbagai daerah oleh Banser ataupun GP Anshor. Tidak terkecuali bentrokan terakhir antara massa FPI dengan massa AKKBB, yang sengaja diarahkan untuk menjadi bentrokan FPI dengan Banser oleh Guntur Romli yang aktivis JIL.
Liberalisasi Islam Melalui Lembaga Pemerintahan dan Pendidikan

Selain melalui lembaga-lembaga semacam JIL, 
Lib4all, atau forum-forum antar umat beragama yang bisa dikatakan lembaga-lembaga "swasta" (ornop/LSM), mereka juga terus berupaya menjalankan agenda liberalisasi Islam melalui lembaga-lembaga pemerintahan seperti Tim Pengarasutaman Gender (PUG) bentukan Departemen Agama, yang kemudian menyusun draft Kompilasi Hukum Islam yang isinya kontroversial itu.

Seorang jurnalis Amerika, David E. Kaplan menulis, bahwa sekarang AS menggelontorkan dana puluhan juta dollar dalam rangka kampanye untuk--bukan hanya mengubah masyarakat muslim--tetapi juga untuk mengubah Islam itu sendiri. Menurut Kaplan, Gedung Putih telah menyetujui strategi rahasia, yang untuk pertama kalinya AS memiliki kepentingan nasional untuk mempengaruhi apa yang terjadi di dalam Islam. Sekurangnya di 24 negara muslim, AS secara diam-diam telah mendanai radio Islam, acara-acara TV, kursus-kursus di sekolah Islam, pusat-pusat kajian, workshop politik, dan program-program lain yang mempromosikan Islam moderat (versi AS). 
(David E. Kaplan, Hearts, Minds, and Dollars, www.usnews.com, 4-25-2005)

Berbicara tentang liberalisasi dalam pendidikan Islam, arsitek invasi AS ke Irak, Donald Rumsfeld (pada saat dia masih menjabat sebagai Menhan AS) mengatakan, "AS perlu menciptakan lembaga donor untuk mengubah kurikulum pendidikan Islam yang radikal menjadi moderat. Lembaga pendidikan Islam bisa lebih cepat menumbuhkan teroris baru, lebih cepat dibandingkan kemampuan AS untuk menangkap atau membunuh mereka." 
(Harian Republika, 3/12/2005)

Lebih jelas lagi jika kita membaca dokumen hasil penelitian dan rekomendasi RAND (lembaga konsultan kebijakan luar negeri AS) yang ditulis oleh Cheryl Benard, yg hampir merupakan manual bagaimana memecah-belah dan menguasai umat Islam utk kepentingan Barat (terutama Amerika).
Devide et Impera: Pecah dan Kuasai

Saya kutipkan sebagian dari ringkasan buku tsb:
Untuk mendorong perubahan positif dunia Islam dalam menghadapi demokrasi yang lebih besar, modernitas, dan kesesuaian dengan tata dunia internasional, Amerika Serikat dan Barat perlu mempertimbangkan dengan hati-hati elemen, kecenderungan, dan kekuatan-kekuatan dalam Islam mana yang akan mereka perkuat; apa tujuan-tujuannya dan beragam nilai-nilai sekutu dan protégés potensial mereka yang sebenarnya; serta akan seperti apa konsekuensi-konsekuensi lebih lanjut dari memajukan agenda mereka masing-masing. Sebuah pendekatan campuran dari beberapa elemen berikutmungkin adalah yang paling efektif:
• Mendukung kelompok modernis terlebih dahulu:
- Menerbitkan dan mendistribusikan karya-karya mereka dengan harga yang disubsidi.
- Mendorong mereka untuk menulis bagi khalayak pembaca dan kalangan muda.
- Mengenalkan pandangan-pandangan mereka ke dalam kurikulum pendidikan Islam.
- Memberi mereka panggung publik.
- Menyebarkan pandangan dan penilaian mereka atas pertanyaan-pertanyaan fundamental terhadap penafsiran agama kepada khalayak pembaca untuk menandingi kaum fundamentalis dan tradisionalis, yang memiliki situs-situs Web, penerbitan, sekolah, lembaga, dan berbagai kendaraan lainnya untuk menyebarkan pandangan-pandangan mereka.
- Tempatkan sekularisme dan modernisme sebagai sebuah pilihan 
“counterculture”bagi kaum muda Islam.
- Memfasilitasi dan mendorong suatu kesadaran atas sejarah serta kebudayaan pra- dan non-Islam mereka, dalam media dan kurikulum negara-negara terkait.
- Membantu pembangunan organisasi-organisasi sipil independepen, untuk mempromosikan kebudayaan sipil dan menyediakan ruang bagi warga biasa untuk mendidik diri mereka sendiri mengenai proses-proses politik serta untuk mengartikulasikan pandangan-pandangan mereka.
• Mendukung kelompok tradisionalis melawan fundamentalis:
- Mempublikasikan kritik-kritik kalangan tradisionalis terhadap kekerasan dan ekstrimisme kelompok fundamentalis; mendorong pertentangan diantara kaum tradisionalis dan fundamentalis.
- Mendorong kerjasama antara kelompok modernis dan tradisionalis yang lebih dekat dengan spektrum akhir modernis.
- Mendidik kalangan tradisionalis dalam mempersiapkan diri mereka untuk perdebatan-perdebatan melawan fundamentalis. Kaum fundamentalis
seringkali lebih unggul secara retoris, sedangkan kalangan tradisionalis merupakan “rakyat Islam” yang secara politis sulit berbicara. Di tempat-tempat seperti Asia Tengah, mereka mungkin perlu dididik dan dilatih dalam tradisi Islam orthodoks agar bisa menegakkan kedudukan mereka.
- Meningkatkan keberadaan dan penampilan kaum modernis dalam lembaga-lembaga tradisionalis.
- Mendiskriminasi sektor-sektor tradisionalisme yang berbeda. Mendorong kelompok-kelompok yang memiliki ketertarikan lebih besar kepada
modernitas, seperti mazhab Hanafi, melawan yang lain. Mendorong mereka untuk menerbitkan pendapat-pendapat keagamaan dan mempopulerkannya untuk melemahkan otoritas kekuasaan keagamaan Wahhabiyah yang terbelakang. Hal ini terkait dengan pendanaan: Uang Wahhabi mengalir untuk mendukung mazhab Hanbali yang konservatif. Hal ini juga terkait dengan pengetahuan: Belahan dunia muslim yang lebih terbelakang tidak menyadari perkembangan dalam pelaksanaan dan penafsiran hukum Islam.
- Mendorong popularitas dan penerimaan terhadap Sufisme.
• Mengkonfrontasi dan melawan kaum fundamentalis:
- Meragukan penafsiran mereka atas Islam dan mempublikasikan kekeliruan mereka.
- Memunculkan keterkaitan mereka dengan kelompok-kelompok dan aktivitas-aktivitas illegal.
- Mempublikasikan akibat-akibat dari tindakan kekerasan mereka.
- Menunjukkan ketidakmampuan mereka untuk berkuasa, dalam mencapai pembangunan positif bagi negara-negara dan masyarakat mereka.
- Menyampaikan pesan ini terutama kepada kaum muda, warga tradisionalis yang saleh, minoritas muslim di Barat, dan kaum perempuan.
- Menghindari menunjukkan penghargaan atau kekaguman atas kekuatan kekerasan ekstrimis dan teroris fundamentalis. Sebut mereka mengganggu serta pengecut, dan bukannya pahlawan yang jahat.
- Mendorong para jurnalis untuk menyelidiki masalah-masalah korupsi, hipokrisi, dan immoralitas di lingkaran-lingkaran fundamentalis dan teroris.
- Mendorong perpecahan di antara kaum fundamentalis.
• Mendukung kelompok sekular secara selektif:
- Mendorong diakuinya fundamentalisme sebagai musuh bersama, mencegah aliansi kaum sekuler dengan kekuatan-kekuatan anti-AS pada landasan semacam nasionalisme dan ideologi kiri.
- Mendukung gagasan bahwa agama dan negara juga dapat dipisahkan di dalam Islam serta bahwa hal ini tidak membahayakan keimanan, bahkan memperkuatnya. Pendekatan atau campuran pendekatan manapun yang dipilih, kami rekomendasikan bahwa pilihan tersebut dilaksanakan dengan pertimbangan yang hati-hati, dengan mengetahui bobot simbolik masalah tertentu; maknanya dapat diartikan sebagai kesamaan para pengambil kebijakan AS dengan posisi-posisi tertentu dalam isu-isu ini; konskwensi kesamaan ini bagi para aktor Islam yang lain, termasuk resiko yang membahayakan atau mendiskreditkan kelompok-kelompok tersebut dan orang-orang yang kita mintai bantuan; juga beban peluang serta kemungkinan akibat-akibat yang tidak diharapkan dari afiliasi dan sikap yang mungkin tampak pantas dalam jangka pendek.

Dari kutipan di atas bisa kita lihat, bagaimana proyek liberalisasi dan memecah-belah ummat Islam ini dirancang sebagai bagian dari kebijakan luar negeri AS hingga cukup mendetail. Maka mudah-mudahan, dengan mengetahui rancangan skenario mereka, kita menjadi semakin waspada, serta bisa merumuskan dan mengambil langkah-langkah antisipatif terhadap rekayasa mereka yang gejalanya kita saksikan dalam berbagai insiden dan fenomena yang terjadi di tengah ummat dewasa ini.

WaLlohu a'lam.

SUMBER:
http://c4kra.multiply.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar